- Advertisement -

Iket Sunda Bukan Sekedar “Saceundeung Kaen”

Berita Lainnya

iket

BANDUNG, infobdg.com – Setelah mencanangkan program #jumatbersepeda yang mengharuskan para PNS bersepeda setiap hari Jumat, kali ini Walikota Bandung Ridwan Kamil meminta jajarannya dan para PNS untuk menggunakan iket, atau totopong (Red – ikat kepala khas Sunda) setiap hari Rabu. Program ini dilaksanakan agar warga Bandung turut melestarikan budaya Sunda, selain itu hari rabu juga bertepatan dengan Rebo Nyunda (Red – #RandaKembang Rabu Sunda di Kota Kembang).

pakaian-adat-suku-sundaPada zaman dahulu iket atau totopong mencerminkan kelas dalam masyarakat, hingga tampak jelas perbedaan kedudukan seseorang (pria) dalam kehidupan sehari-hari. Biasanya pemakaian iket berkaitan dengan kegiatan sehari-hari ataupun ketika ada perhelaan resmi seperti upacara adat dan musyawarah adat. Iket dipandang dan dianggap tepat sebagai benda yang dapat melindungi kepala saat melakukan aktifitas dan sekaligus menjadi atribut sosial. Bentuknya yang beragam diciptakan sebagai simbol yang berkaitan dengan keagamaan, upacara adat, dan status sosial tokoh-tokoh masyarakat yang dianggap mempunyai peranan dalam suatu kelembagaan

Iket sunda bukan hanya sekedar kain yang digunakan dikepala, makna iket jauh besar dari hanya sekedar pelindung atau menandakan status sosial. Iket dibentuk dari kain berbentuk bujur sangkar yang memiliki empat sudut. Keempat sudut itu memiliki makna sebagai sudut kereteg haté (kereteg = perasaan atau suara yang timbul dengan sendirinya, haté = hati. kereteg haté diartikan sebagai niat), ucapan (lisan), tingkah (sikap), dan raga (badan) yang kemudian kain itu dilipat dua membentuk segitiga sama kaki dengan tiga sudut. Ketiga sudut tersebut mencerminkan tiga azas tritunggal kesetaraan dalam hidup kemasyarakatan yakni tritangtu yang terdiri dari resi pemimpin agama, rama (pemimpin rakyat) dan perebu (pemimpin wilayah).

Rupa-rupa iket dikategorikan sesuai zamannya, ada iket buhun (Red – kuno) dan iket kiwari (Red – sekarang). Untuk iket buhun merupakan iket yang telah menjadi warisan secara turun-temurun dari para leluhur. Sementara itu iket kiwari merupakan modifikasi iket dari orang – orang yang memiliki rasa kebanggaan terhadap budaya iket buhun.

Bentuk iket sangat beragam, disini Infobdg.com akan memberikan rupa-rupa iket dan contoh bagaimana cara menggunakan iket.

Rupa Iket Buhun :

1. Barangbang semplak, iket ini biasanya dipakai oleh para jawara.

cara-barangbang-semplak2

 

 

 

 

 

 

 

 

2. Julang ngapak, bentuk iket ini biasanya Dipakai oleh para orang tua

cara-julang-ngapak-30

 

 

 

 

 

 

 

 

3. Kuda ngencar

Iket-Sunda-8

 

 

 

 

 

 

 

 

 

4. Parekos nangka, iket ini biasanya dipakai oleh orang yang sedang tergesa-gesa.

parekos-nangka

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

5. Parekos Jengkol

iket parekos jengkol karuhun

 

 

 

 

 

 

 

 

Ada lagi beberapa rupa iket sunda buhun diantaranya adalah Porteng, Maung heuay, Kekeongan , dan Talingkup. Selain iket sunda buhun ada juga iket sunda kiwari .

Rupa Iket KIWARI :

1. Candra Sumirat :

iket candra sumirat

 

 

 

 

 

 

 

 

2. Maung Leumpang

maung leumpang

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Masih ada beberapa lagi jenis iket sunda kiwari, seperti hanjuang dan lain-lain. selain iket sunda yang sudah ada dari dulu, iket sunda juga sudah mengalami perkembangan dengan adanya beberapa iket yang diciptakan oleh pecinta budaya sunda.

Berikut ini ada beberapa video tutorial cara menggunakan iket sunda :

Budaya memang seharusnya dilestarikan, iket merupakan salah satu budaya yang harus kita lestarikan. Dengan adanya perintah dari pemerintah Kota Bandung yang mengharuskan menggunakan iket setiap hari Rabu, sudah seharusnya kita mengikuti perintah dari Walkot untuk membantu melestarikan budaya iket sunda, kalau bukan kita “urang sunda” yang melestarikannya, siapa lagi?