BANDUNG, infobdg.com – Kawasan Bandung Utara (KBU) saat ini memasuki fase kritis, sebagai dampak pembangunan yang bergeser ke wilayah atas seiring pertumbuhan penduduk di Cekungan Bandung.

Selain untuk perumahan, kawasan komersial, dan lahan pertanian, KBU juga digunakan untuk aktivitas pertambangan. Status lahannya pun menjadi kendala dalam pemulihan. Pada sektor pertanian, saat ini KBU memiliki 14.600 ha lahan kritis. Sementara di sektor kehutanan ada 3.500 ha lahan kritis, tidak terhitung lahan untuk permukiman dan kawasan komersial.

Advertisement

“Dulu tahun 80-an tidak ditemukan ada pertanian di lereng gunung. Tapi sekarang dengan penduduk yang bertambah banyak, pertani terdesak ke lereng gunung. Ini karena desakan kita juga. Kita makan sambal, cabainya berasal dari hasil pertanian tidak ramah lingkungan,” kata Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan Hortikultura, Hendy Jatnika, Kamis (12/12), di Gedung Sate.

Hendy menuturkan, tantangan terberat bagi pihaknya saat ini adalah mengubah pola pikir petani senior agar menghentikan pola tanam yang salah. Menurutnya, petani di KBU relatif tidak memiliki kearifan lokal yang bersifat memuliakan alam, berbeda dengan daerah yang lain.

“Kalau di KBU itu tidak ‘ngais pasir’ dan ‘gelar kampak’. Ngais pasir itu sejajar kontur tidak boleh motong kontur tanah, gelar kampak permukaannya menjorok ke dalam, jadi air tidak tumpah ke bawah,” ungkap Hendy, pada wartawan.

Hendy pun melanjutkan, para petani di KBU tidak menyukai pola tanam terasering karena tidak memiliki biaya untuk membuatnya. Biaya untuk membuat terasering bangku di atas lahan 1 ha dengan tingkat kemiringan 30 derajat membutuhkan kocek sekitar Rp 40-50 Juta.

“Petani tidak mampu, makanya mereka meminta bantuan ke Pemprov Jabar. Tapi kita tidak dapat memberikan begitu saja. Yang dapat kita berikan adalah model terasering yang seharusnya dilakukan, ini lho seperti ini. Tahun depan Insyallah ada 20 hektar model terasering di Cimenyan, sudah ada warga yang mau,” jelasnya.

Menanggapi hal tersebut, Dinas Pertanian pun telah melakukan berbagai upaya, di antaranya mendidik 100 petani millenial agar memiliki pengetahuan bertani yang lebih ramah lingkungan.

“Kebanyakan anak-anak petani atau petani yang baru mulai kami didik. Target sendiri 1.000 petani millenial,“ imbuh Hendi.

Koordinasi pun rencananya akan dilakukan dengan lembaga vertikal BUMN seperti Perhutani dan PTPN.

“Kalau lahan milik warga kita relatif gampang menjangkaunya. Tapi banyak lahan di KBU dikuasai BUMN dan warga luar. Makanya butuh duduk satu meja yang lebih intens lagi,” tandas Hendy.

Previous articleBack to 90’S
Next articleLezatnya Menu Daging Spesial Terbaru di Kintan Buffet