- Advertisement -

Menjelajahi Jawa Barat Tempo Dulu di Museum Sri Baduga

Berita Lainnya

BANDUNG, infobdg.com – Berwisata di Bandung bukan cuma bisa Wargi Bandung lakukan ke berbagai wisata alam yang menawan atau berwisata kuliner Bandung yang gak pernah ada habisnya. Wisata edukasi di Bandung menjadi salah satu pilihan yang menyenangkan. Di Bandung ada banyak museum untuk referensi wisata edukasi. Kali ini Mimin mau bahas tentang Museum Sribaduga yang baru saja Mimin kunjungi. Yuk simak ada apa aja disini!

IMG_3593

Museum Sribaduga dibangun sejak 1974 dengan menggunakan areal dan bangunan bekas rumah tinggal Wadana Tegalega. Sebagian bangunan bekas kewadanaan tetap dipertahankan sebagai cagar budaya yang difungsikan sebagai ruang perkantoran, Untuk melengkapi kebutuhan fasilitas museum kemudian dibangun beberapa bangunan arsitektur baru dengan model tradisional Jawa Barat, seperti ruang pameran tetap, auditorium, dan ruang penyimpanan koleksi.

Peresmian pembangunan tahap pertama pada 5 Juni 1980 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Dr. Daoed Joesoef didampingi oleh Gubernur Jawa Barat H. Aang Kunaefi dengan nama Museum Negeri Provinsi Jawa Barat. Sepuluh tahun kemudian pada 1 April 1990 ditambahkan dengan nama  “Sri Baduga” yang diambil dari nama salah seorang raja Padjajaran (Sri Baduga Maharaja Ratu Haji di Pakwan Padjajaran Sri Sang Ratu Dewata) yang memerintah dalam kurun 1482-1521 Masehi. Penamaan ini dimaksudkan agar nama besar Raja Padjajaran ini dapat dikenang sepanjang masa oleh masyarakat Jawa Barat.

IMG_3556

Pada otonomi daerah 2002 berubah menjadi Balai Pengelolaan Museum Negeri Sri Baduga, merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Provinsi Jawa Barat. Tugas pokok dan fungsinya adalah melaksanakan pengumpulan, perawatan, penelitian, dan penyajian benda peninggalan sejarah alam dan kebudayaan Jawa Barat serta bimbingan edukatif kultural.

Koleksi yang telah dikumpulkan sampai 2014 sebanyak 6.947 buah koleksi yang dikelompokan ke dalam sepuluh klasifikasi yakni: geologika/geografika, biologika, etnografika, arkeologika, historika, numismatika dan heraldika, filologika, keramonologika, seni rupa dan teknologika. Sekitar sepuluh persen koleksi tersebut dipamerkan di ruang pameran tetap.

Lantai 1

Gambaran mengbenai peristiwa-peristiwa besar yang terjadi pada masa Plestosen Atas (antara 3-10juta tahun yang lalu) dimana Indonesia bagian barat membentuk satu daratan dengan Asia dan Australia. Akibat dari pembentukan daratan tadi terjadi migrasi hewan purba (kerbau purba/Bubalus Paleokerabau, dan Kudanil).

Pada lantai satu ini juga menjelaskan peristiwa lain yakni dampak dari letusan Gunung Sunda yang terjadi sekitar 125.000 tahun lalu yang mengakibatkan aliran Sungai Citarum tersumbat. Akibat dari peristiwa tersebut seluruh aliran sungai yang terdapat di sekeliling Cekungan Bandung terperangkat dan membentuk genangan yang sangat luas kemudian berupa danau yang dikenal dengan Danau Bandung Purba.

Gambaran kehidupan manusia di Jawa Barattelah ada sejak 600.000 tahun silam, terbukti dari temuan-temuan perkakas kuno yang tersimpan di wilayah ini. Artefak-artefak yang ditemukan tersebut menunjukan adanya kehidupan pada zaman prasejarah. Masuknya pengaruh Hindu-Budah membawa pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan kebudayaan manusia di Jawa Barat di segala bidang seperti seni bangunan (arsitektur), seni rupa, aksara, sastra, system kepercayaan, dan juga filsafat.

Lantai 2

Kemajuan zaman membuka informasi tentang Jawa Barat kepada dunia, interaksi antar bangsa membawa dampak yang sangat banyak bagi masyarakat Jawa barat. Teknologi dan budaya baru diperkenalkan kepada masyarakat, selain berdampak positif tetapi juga ada yang berdampak terhadap hilangnya nilai-nilai lama yang telah berakar pada kebudayaan di Jawa barat.

Dampak positif masuknya pengaruh budaya luar diantaranya dapat dilihat pada kecakapan tulis menulis. Masyarakat Sunda telah mengenal tulisan sejak abad ke-5 M, dengan ditemukannya tulisan pada prasasti tinggalan dari Kerajaan Tarumanegara  (Prasasti Ciaruteun, Prasasti Tugu, dan Prasasti Tapak Kaki Gaja). Bukti lain juga ditemukan dalam b entuk naskah dengan bahan daun lontar, daun kelapa, daun nipah, tembaga, kulit binatang dan lain-lain.

Masuknya bangsa luar juga berdampak majunya teknologi peralatan bercocok tanam, mencari ikan, dan perdagangan. Berdasarkan naskahh sunda kuno Siska Kanda Ng Karesian diperkirakan bahwa berladang (ngahuma) merupakan cara-cara bercocok tanam yang awalnya dikenal oleh masyarakat Jawa Barat. Pertanian sistem sawah dengan teknologi irigasi dikenal sekitar abad ke-18 M yang diperkanalkan oleh orang Mataram.

Lantai 3

Koleksi Museum Sri Baduga yang dianggap unggulan karena sudah jarang ditemukan dalam kehidupan sehari-hari ditemukan dalam kehidupan sehari-hari dipamerkan di ruang masterpiece lantai tiga. Beberapa koleksi itu antara lain bokor emas, topeng emas, teodolit, pakinangan, senjata peninggalan VOC, keramik asing, kain panjang yang pernah digunakan oleh Bupati Galuh abad ke-16 M, benda yang terbuat dari Kristal, lukisan dan sebagainya. Dilantai ini juga ditata koleksi-koleksi mata uang yang pernah beredar sebagai alat perdagangan.

Gambaran tentang kesenian ditampilkan berbagai alat kesenian antara lain angklung buhun, kecapi, rebana, taleot, karinding, rebab, gamelan ajeng dan gamelan degung. Kehidupan kesenian berkembang sesuai dengan kehidupan pendukungnya. Pada awalnya di Jawa Barat kesenian diciptakan dan digunakan untuk melengkapi upacara yang berhubungan dengan kegiatan pertanian. Angklung buhun misalnya kerap kali dimainkan dalam rangka menghormati Dewi Padi atau Dewi Sri.

Museum Negeri Sri Baduga

Jl. BKR No.185 Bandung 40243

Telp. (022) 5210976

Fax. (022) 5223214

Jam Operasional

Senin     : TUTUP

Selasa-Jumat     : 08.00-16.00 WIB

Sabtu-Minggu   : 08.00-14.00 WIB
Libur Nasional    : TUTUP

 

Tiket:

Anak-anak  (TK,SD,SMP) Rp.2.000,00

Dewasa (SMA/Sederajat, Mahasiswa, Dewasa, Touris Asing) Rp.3.000,00

Previous article
Next article