BANDUNG, infobdg.com – Menanggapi bencana Tsunami yang menimpa Banten dan Lampung pada Sabtu, 22 Desember 2018 lalu, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) paparkan kronologi aktivitas erupsi Gunung Anak Krakatau dalam jumpa pers yang digelar di PVMBG, Jalan Diponegoro no 57.

Sesuai informasi yang dihimpun dari Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Kementerian ESDM, Ir. Kasbani, M.Sc., Gunung Anak Krakatau pada 22 Desember memang mengalami letusan. Hal tersebut teramati dari tinggi asap yang berkisar antara 300-1500 meter di atas puncak kawah. Secara kegempaan pun, terekam gempa tremor menerus dengan amplitude overscale 58 mm.

Advertisement

Letusan kembali terjadi pada pukul 21.03, lalu selang beberapa lama beredar info Tsunami. Maka timbullah pertanyaan apakah Tsunami yang terjadi berkaitan dengan aktivitas letusan Gunung Anak Krakatau? Menanggapi informasi tersebut, Kasbani mengatakan pihaknya masih mendalami hal ini karena ada beberapa alasan untuk menimbulkan Tsunami.

Kasbani menjelaskan, ada beberapa hal yang perlu dianalisis untuk menentukan penyebab Tsunami secara pasti. Pertama, saat rekaman getaran tremor tertinggi yang selama ini terjadi sejak bulan Juni 2018 tidak menimbulkan gelombang terhadap air laut bahkan hingga Tsunami. Selain itu, material lontaran saat letusan yang jatuh di sekitar tubuh gunung api masih bersifat lepas dan sudah turun saat letusan ketika itu. Terlebih lagi, untuk menimbulkan Tsunami sebesar itu perlu adanya runtuhan yang cukup besar yang masuk ke dalam kolom air laut.

“Untuk merontokan bagian tubuh yang longsor ke bagian laut, diperlukan energi yang cukup besar, hal ini tidak terdeteksi oleh seismograph di pos pengamatan gunung api. Masih perlu data-data untuk dikorelasikan antara letusan gunung api dengan Tsunami ini,” jelas Kasbani.

Peta Kawasan Rawan Bencana (KRB) pun menunjukkan hampir seluruh tubuh Gunung Anak Krakatau yang diameternya kurang lebih 2 km, merupakan kawasan rawan bencana.

“Data-data visual dan instrumental menunjukkan potensi bahaya dari aktivitas Gunung Anak Krakatau saat ini adalah lontaran material pijar dalam radius 2 km dari pusat erupsi. Sedangkan sebaran abu vulkanik tergantung dari arah dan kecepatan angin,” lanjut Kasbani.

Hasil pengamatan dan analisis data visual maupun instrumental menunjukkan, hingga Minggu, 23 Desember 2018, tingkat aktivitas Gunung Anak Krakatau masih tetap Level II (Waspada). Untuk itu, diimbau kepada masyarakat untuk tidak mendekati Gunung Anak Krakatau dalam radius 2 km dari kawah, terutama masyarakat di wilayah pantai Provinsi Banten dan Lampung. Masyarakat harap tenang dan jangan mempercayai isu-isu tentang erupsi Gunung Anak Krakatau yang akan menyebabkan Tsunami. Masyarakat dapat melakukan kegiatan seperti biasa, namun tetap mengikuti arahan BPBD setempat.

Previous articleFood Fest Vol.22 2018
Next articleKata Volkanolog ITB Soal Kemungkinan Terjadinya Tsunami di Sekitar Selat Sunda