- Advertisement -

BGST Carita Wargi Bandung: Sosok Penunggu Rumah Nenek

Berita Lainnya

CARITA, infobdg.com – Kumpul keluarga setiap sebulan sekali adalah kebiasaan keluarga besarku. Paman, Bibi, Uwa, dan sodara lainnya selalu menyempatkan pulang ke Bandung sebulan sekali untuk menginap dan berlibur di rumah Nenek. Tapi semenjak nenek meninggal dunia, beberapa sodara kadang ada yang ikut berkumpul dan kadang tidak. Biasanya ada 4 keluarga paling sedikti menginap di rumah Nenek tapi sejak itu jadi berkurang, mungkin karena Nenek sudah tidak ada. Sepupu-sepupuku pun tidak datang, rumah Nenek jadi terasa lebih sepi.

Sejak kecil memang keluarga besar kita punya kebiasaan berkumpul bersama setiap bulan di rumah Nenek, biasanya kita menginap 2 – 3 hari. Itu disebabkan karena Alm. Kakek selalu menyuruh anak-anaknya membawa para cucu untuk menginap di rumahnya. Sampai pada akhirnya Kakek berpulang kami tetap melakukan kebiasaan itu karena masih ada Nenek di sana. Seiring berjalannya waktu Nenek pun meninggalkan kami semua, tradisi menginap bersama tetap dijalani meskipun tidak selengkap dulu. Satu kejadian terjadi di rumah Nenek disaat waktu itu yang menginap hanya keluargaku saja, aku, Ibuku, Ayahku, dan adikku.

Suasana hangat yang biasanya terjadi disaat berkumpul saat itu tidak terasa dan sangat berbeda, rumah Nenek sepi sekali, mungkin karena rumah itupun kosong tidak ditempati. Hanya sebulan sekali kita datang dan menempati rumah itu.

Kami biasanya memang datang agak siang karena jarak rumah kami ke rumah Nenek tidak terlalu jauh, masih di daerah Bandung. Seperti biasa ketika kita kami datang, kami langsung beberes dan membersihkan rumah. Sama halnya dengan rumah kosong lainnya, kotor yang ada di rumah hanya debu saja. Kita berempat bersama-sama membersihkan setiap ruangan yang ada di rumah Nenek, kebetulan di rumah Nenek ada 6 kamar, 2 kamar mandi, dan 1 dapur dari 2 lantai. Beberapa kejadian tiba-tiba terjadi saat itu, adikku yang membersihkan kamar Uwa di lantai 2 tiba-tiba mendengar suara berdehem dari balik dipan kasur, sontak adikku berteriak. Karena mendengar teriakan itu, Ayah lalu datang menghampiri adik “kenapa dek?” adikku menjawab dengan mencoba tenang “gapapa Yah, kaget doang”.

Setelah Ayah datang menghampiri adik di lantai 2, mereka pun turun bersama-sama ke lantai 1. Di sisi lain, aku melihat Ibu seperti sedang mengobrol di kamar Nenek. Kebetulan Ibu memang selalu membersihkan kamar Nenek sejak dulu, saat Nenek masih ada. Aku yang melihat dari kejauhan melihat Ibu seperti sedang mengobrol dengan seseorang. Suaranya terdengar sayup pelan, aku lihat Ayah masih di atas dengan adik, aku sedang di ruang tv membersihkan daerah itu tapi di kamar Nenek aku melihat Ibu mengobrol padahal tidak ada orang lagi di rumah itu. Dalam hati bergumam mungkin Ibu sedang telponan.

Setelah beberapa saat kejadian itu berlangsung, aku menyadari kalau hp Ibu ada di dalam tas yang disimpan di meja ruang tv, disitu aku merasa ada yang tidak beres.

Semua ruangan sudah selesai kita bereskan dan waktu sudah menunjukkan pukul 17.35 sore, waktu dimana menjelang Maghrib. Kami semua pun mulai membersihkan diri sambil bersiap untuk shalat Maghrib berjamaah di Mushola rumah Nenek. Selepas melaksanakan shalat Maghrib kami pun bersiap makan malam seperti tradisi yang selalu dilakukan di rumah Nenek kalau setelah Maghrib adalah waktu makan malam. Disela-sela makan malam ada obrolan yang terjadi dan salah satunya adalah pertanyaan Ayah kepada adik soal teriakan tadi siang “tadi tuh kaget kenapa sih dek?” tanya Ayah.

“Tadi tuh Yah pas adik beresin sprey kasur kamar Uwa ada suara cowok gitu di bawah kasur, adek kaget pisan suaranya kenceng terus kaya bapak-bapak gitu jadi aja adek teriak” saut adik.

Lalu dari obrolan itu dilanjut dengan pertanyaan aku kepada Ibu yang seperti mengobrol sendiri saat membersihkan kamar Nenek “Ibu tadi pas beberes ngobrol sama siapa bu?” tanyaku.

“Lho kan Ibu tadi sama Ayah beberes kamar si Nenek” jawaban dari Ibu membuat kami semua kaget, karena Ayah ada di atas bersama adik. “Ayah mah di atas Bu, pas adik teriak Ayah nemenin si adek”. Dari perkataan Ayah tiba-tiba muka Ibu berubah menjadi panik, karena Ibu sangat yakin bahwa tadi siang dia ngobrol dengan Ayah. Ibu bilang suaranya sangat mirip Ayah, terus sosoknya sangat terasa di sebelah Ibu dan ikut membersihkan kamar.

Obrolan makan malam pun berakhir, kita semua lanjut menunaikan ibadah shalat Isya dan setelahnya kita tidur. Akibat dari kejadian siang itu, aku dan adikku yang biasanya tidur di kamar Uwa menjadi tidak berani, akhirnya kami pun ikut tidur bersama di kamar selalu ditempati keluarga kami.

Kami semua pun tidur di kamar yang sama dan anehnya dengan mimpi yang sama. Kami berempat bermimpi didatangi Kakek dan Nenek, mereka mengucapkan terima kasih sudah datang ke rumah, sudah membersihkan rumah, dan mereka berpesan jangan takut dengan kejadian yang terjadi di rumah karena itu adalah sosok “penjaga rumah” yang sedari dulu sudah sering berkomunikasi dengan Alm. Kakek. Kami semua terbangun tepat saat adzan Subuh, Ibu terlihat menangis saat terbangun, mungkin karena merindukan kedua orang tuanya yang sudah tiada, yaitu Kakek dan Nenekku yang ada di rumah itu, yang selalu baik kepada semua anggota keluarga. Akhirnya kami pun mengambil wudhu dan shalat Subuh berjamaah lalu mengaji bersama untuk mengirimkan doa kepada Alm. Kakek dan Almh. Nenek.

 

Cerita kiriman Wargi Bandung
Story by: I.L