BANDUNG, infobdg.com – Seorang pengusaha, Hirawan Ardiwinata, memenangkan gugatan di Pengadilan Negeri Bandung setelah menuntut pengembalian jaminan kredit yang telah lunas sejak 2001. Namun, pihak bank yang digugat belum menjalankan putusan pengadilan dan masih menahan aset tersebut.
Kasus ini bermula lebih dari dua dekade lalu ketika Hirawan melunasi kreditnya pada 28 September 2001, sebagaimana tercantum dalam surat pelunasan bernomor 046/KPO.Kr/SK/2001. Meski kewajiban sudah ditunaikan, jaminan kredit yang ia serahkan sebagai agunan tidak pernah dikembalikan. Setelah bertahun-tahun menunggu tanpa hasil, ia akhirnya mengajukan gugatan perdata pada 11 Juli 2024 di Pengadilan Negeri Bandung dengan nomor perkara 296/Pdt.G/2024/PN.Bandung.
Pada 20 Januari 2025, pengadilan mengabulkan gugatan tersebut dan menyatakan bahwa bank yang bersangkutan terbukti melakukan wanprestasi. Bank itu dinyatakan melanggar hukum karena tidak mengembalikan aset jaminan kredit meskipun pinjaman telah lunas. Salah satu aset yang telah disita pengadilan adalah tanah seluas 92.110 meter persegi di Desa Cikembulan, Pangandaran. Penyitaan ini didasarkan pada Surat Penetapan Nomor: 1/Pdt.P.Sita.Del/2025/PN Ciamis Jo. Nomor: 296/Pdt.G/2024/PN Bandung.
Selain tanah di Pangandaran, aset lain yang diagunkan Hirawan meliputi 25 tanah kavling di Komplek Sangkuriang Megah Lertari (Setiabudi Regency), Kota Bandung, serta obligasi dari beberapa perusahaan. Ketua Pengadilan Negeri Ciamis, Rosnaindah, SH, MH., telah menandatangani berita acara penyitaan, yang menyatakan bahwa aset-aset tersebut tidak boleh dipindahtangankan atau diperjualbelikan karena berada dalam pengawasan pengadilan.
Kuasa hukum Hirawan, Yanto Pranoto, SH, menegaskan bahwa putusan pengadilan adalah perintah hukum yang harus segera dijalankan. Jika tidak, menurutnya, hal ini dapat menjadi preseden buruk bagi kepatuhan hukum di sektor perbankan. Ia juga meminta regulator dan pemerintah turun tangan untuk memastikan bahwa putusan tersebut benar-benar dilaksanakan.
Hirawan sendiri menyatakan akan terus memperjuangkan haknya setelah lebih dari 24 tahun menunggu kejelasan. Ia menilai bahwa jika kasus seperti ini dibiarkan, bukan tidak mungkin nasabah lain mengalami hal yang sama.
Sikap bank yang bersangkutan dalam mengabaikan putusan pengadilan kini menjadi perhatian. Pihak kuasa hukum Hirawan berharap Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan pemerintah segera bertindak agar keputusan yang telah berkekuatan hukum tetap dapat dijalankan dan hak nasabah dikembalikan.***