BANDUNG, infobdg.com – Ribuan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Jawa Barat mengadakan aksi unjuk rasa di sekitar Jalan Diponegoro, tepatnya di depan Gedung Sate Bandung, Senin (2/12).

Massa aksi berunjuk rasa terkait Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 561/Kep.983-Yanbangsos/2019 tentang Upah Minimum Kabupaten/Kota di daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2020 tertanggal 1 Desember 2019. Pantauan Infobdg, massa aksi mulai memadati kawasan Monumen Perjuangan sekitar pukul 10.00, sebelum bergerak ke lokasi aksi di depan Gedung Sate, Kota Bandung.

Advertisement

Ditemui di lokasi aksi, Ketua KSPSI Jawa Barat Roy Jinto mengatakan, dirinya mengapresiasi Surat Keputusan (SK) yang telah dikeluarkan oleh Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil. Namun, pihaknya menyayangkan salah satu poin dalam SK tersebut yang dianggap mendiskriminasi pekerja buruh.

“Ada persoalan dalam SK tersebut, khususnya poin D diktum 7, yang mana poin ini memberikan ruang kepada perusahaan, khususnya industri padat karya untuk melakukan penangguhan, dengan hanya pengesahan di Disnaker saja. Menurut Roy, segala bentuk penangguhan harus atas persetujuan gubernur, sesuai yang tercantum UU Pasal 90 ayat 2 dan 3, serta Kepmen 231,” ujar Roy.

Selanjutnya, pihaknya pun meminta Gubernur Jawa Barat untuk mengadakan perundingan Upah Minimum Sektoral Kota/Kabupaten (UMSK) bersama bupati/walikota, pasca keluarnya SK UMK.

“Karena SK sudah keluar, biasanya ada perundingan UMSK. Kita minta Gubernur Jabar membuat surat yang ditujukan kepada bupati/walikota se-Jabar untuk segera merundingkan UMSK di kab/kota masing-masing,” bebernya pada wartawan.

Aksi hari ini pun menjadi kesempatan massa buruh untuk menyuarakan isu yang sudah lama, yakni penolakan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78/2015 tentang Pengupahan. Roy mengatakan, apabila tuntutan massa dalam aksi hari ini tidak ditanggapi, maka pihaknya akan mengadakan aksi kembali pada 6 Desember 2019.

“Tanggal 6 kita akan turun meminta gubernur segera menghapuskan huruf D dalam SK tersebut, karena ini bahaya. Prinsipnya kita setuju dengan SK itu, tetapi harus ada penghapusan terhadap redaksi huruf D nya, itu yang dipersoalkan hari ini,” tandas dia.

Previous articleWadahi Inovasi Masyarakat, Bappelitbang Kota Bandung Gelar Bandung Iconic 2019
Next article“Crystalline” Perkenalan Ping Pong Club Menuju Album Kedua