BANDUNG, infobdg.com – Meski sepanjang tahun ini ditemukan 361 kasus demam berdarah di Kota Bandung, jumlah tersebut masih di bawah ambang batas standar kasus luar biasa (KLB). Hal tersebut sesuai paparan dari Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Dinas Kesehatan Kota Bandung, Ira Dewi Jani.

Foto: Humas Kota Bandung

Kendati demikian, kasus demam berdarah ini tetap membuat masyarakat ketakutan dan panik. Kondisi ini bisa membuat masyarakat bertindak kurang tepat. Untuk itu, Ira tetap meminta masyarakat waspada dan mencegahnya dengan melaksanakan 3M plus, yaitu menguras bak mandi dan penampungan air, mengubur barang-barang yang berpotensi menjadi tempat air menggenang, serta menutup rapat-rapat tempat penampungan air.

Pencegahan yang dilakukan masyarakat pun biasanya dengan menggunakan lotion anti nyamuk. Penggunaan abate, serta pencegahan penularan virus dengan pengasapan atau fogging. Namun, ternyata sistem ini tidak bisa dilakukan sembarangan. Ira mulai khawatir sebab kini banyak warga yang meminta pengasapaan meskipun tidak diperlukan.

Advertisement

“Sekarang itu (anggapan masyarakat) kalau demam berdarah pasti bisa diatasi dengan fogging. Padahal tidak semua kasus demam berdarah memerlukan pengasapaan atau fogging,” kata Ira, saat memberikan sosialisasi demam berdarah pada acara diseminasi program 1 rumah 1 Jumantik yang digelar oleh Forum Bandung Sehat di Auditorium Balai Kota Bandung.

Ira mendorong agar warga melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) terlebih dahulu sebelum meminta pengasapan ke Puskesmas terdekat. Pengasapan ini baru bisa dilakukan setelah indikasi-indikasi tertentu terpenuhi.

“Harus dipastikan dulu itu memenuhi syarat. Soalnya fogging itu sebetulnya seperti pemberian obat pada orang sakit, jadi harus sesuai dengan indikasinya. Karena kalau tidak sesuai dengan indikasinya malah berakibatnya kurang baik. Fogging bisa mengakibatkan kekebalan pada nyamuk tersebut. Nanti giliran kita perlu fogging, eh nyamuknya sudah kebal, nggak bisa di-fogging lagi,” jelasnya.

Foto: Humas Kota Bandung

Untuk diketahui, indikasi-indikasi perlunya pengasapan secara umum terdiri dari dua hal. Pertama, ditemukan virus dengue ditandai dengan adanya pasien penderita Demam Berdarah Dengue (DBD). Hal tersebut harus dibuktikan dengan surat Kewaspadaan Dini Rumah Sakit (KDRS) dari rumah sakit tempat pasien dirawat. Indikasi kedua adalah ditemukan jentik atau nyamuk dewasa pada radius 100 meter dari rumah pasien DBD.

“Di situ nanti kita lihat, betul tidak di situ ada jentik atau tidak, ada nyamuk dewasa atau tidak. Kalau memang positif terdapat nyamuk demam berdarah dan kita menemukan juga jentik, itu baru bisa dilaksanaakan fogging,” terang Ira.

Jika ingin melakukan pengasapan, warga bisa mengajukan kepada puskesmas terdekat dengan membawa surat KDRS dari rumah sakit tempat pasien DBD dirawat. Setelah itu, petugas puskesmas akan melakukan penyelidikan epidemiologi terhadap indikasi-indikasi adanya sarang nyamuk. Jika indikasi terpenuhi, barulah pengasapan bisa dilakukan.

Ira pun mengingatkan, pengasapan berpotensi menimbulkan efek samping bagi tubuh manusia. Sebab zat yang disemprotkan saat pengasapaan itu merupakan racun untuk membunuh nyamuk. Pada kondisi tertentu, zat ini juga bisa berdampak negatif.

“Karena yang diberikan juga insektisida. Apabila tidak digunakan dengan semestinya, kita juga khawatir berpotensi menjadi penyakit yang lain di kemudian hari. Maksudnya mau membunuh nyamuk malah ada dampaknya ke manusia,” imbuh Ira.

Tidak hanya itu, pengasapan harus dilakukan oleh petugas yang sudah terlatih dan bersertifikat. Tindakan itu harus prosedural. Petugas terlatih sudah tahu titik yang harus diberi pengasapan, baik di dalam maupun di luar rumah.

“Jadi memang fogging tidak bisa sembarangan. Harus oleh orang yang sudah terlatih dan bersertifikasi sesuai dengan Permenkes tentang aturan pengendaian vektor,” tutupnya.

Previous articleJD.ID HSL Buktikan Nge-Game Online Bisa Torehkan Prestasi
Next articleKota Bandung Akan Pamerkan Produk Unggulan dan Fashion di Houston Amerika Serikat