YOGYAKARTA, infobdg.com – Pusat Kajian Hukum Konstitusi dan Demokrasi (CLDS) Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) menggelar acara bedah buku bertajuk “Mengungkap Kesalahan dan Kekhilafan Hakim dalam Mengadili Perkara Mardani H. Maming”.
Buku ini merupakan hasil eksaminasi terhadap putusan perkara tindak pidana korupsi di Pengadilan Negeri Banjarmasin dengan nomor perkara 40/Pid.Sus-TPK/2022/PN.BJM, putusan banding nomor 03/Pid.Sus-TPK/2023/PT.BJM, dan putusan kasasi nomor 3741 K/Pid.Sus/2023.
Dalam diskusi yang melibatkan sejumlah pakar hukum, buku tersebut mengungkap berbagai kejanggalan dalam putusan terkait kasus Mardani H. Maming.
Tim eksaminasi yang terdiri dari pakar hukum pidana dan perdata menyatakan bahwa Maming tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan oleh penuntut umum.
Putusan majelis hakim dinilai dibangun berdasarkan asumsi dan tidak mempertimbangkan bukti-bukti yang terungkap di persidangan.
Salah satu poin utama dalam eksaminasi tersebut adalah bahwa dakwaan terhadap Maming dianggap terlalu dipaksakan.
“Fakta persidangan menunjukkan bahwa penerimaan uang yang disangkakan kepada Maming adalah transaksi bisnis yang sah berdasarkan perjanjian kerjasama, bukan suap,” ungkap tim eksaminator, dalam kesimpulan mereka.
Selain itu, tim eksaminator juga menyoroti bahwa pasal suap yang digunakan untuk mendakwa Maming tidak relevan, karena pihak yang diduga memberikan suap, Hendry Setio, tidak pernah diperiksa di persidangan.
“Tidak ada bukti adanya pertemuan atau kesepakatan antara pemberi suap dan Maming, yang kemudian diimajinasikan oleh jaksa sebagai ‘kesepakatan diam-diam’, suatu konsep yang tidak dikenal dalam hukum pidana,” kata salah satu anggota tim.
Kesimpulan dari kajian tersebut juga menyebut bahwa penerapan pasal-pasal dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tidak tepat.
“Perbuatan yang didakwakan seharusnya dikategorikan sebagai pelanggaran administratif, bukan tindak pidana korupsi,” jelas Prof. Dr. Romli Atmasasmita, salah satu pembedah buku.
Tim eksaminasi juga menilai bahwa putusan kasasi telah mengandung kekeliruan yang nyata dan memenuhi syarat untuk diajukan Peninjauan Kembali (PK). Menurut mereka, putusan kasasi seharusnya membebaskan Maming dari segala tuntutan hukum.***