BANDUNG, infobdg.com – Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Jawa Barat menggelar acara Members Gathering dan Diskusi Publik yang membahas kepastian hukum terkait Struktur dan Skala Upah (SUSU) pada 20 Oktober 2024 di Hotel Luxton, Bandung.
Acara ini menghadirkan narasumber terkemuka, seperti Ketua Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman dan ahli hukum tata negara Ahmad Redi, guna memberikan perspektif hukum mengenai kebijakan yang dianggap kontroversial di kalangan pengusaha.
Selama beberapa tahun terakhir, kebijakan Gubernur Jawa Barat mengenai penetapan Struktur dan Skala Upah melalui Keputusan Gubernur (KepGub) No. 561/Kep.874-Kesra/2021 dan KepGub No. 561/Kep.882-Kesra/2022 telah menjadi sorotan.
Ketua APINDO Jabar, Ning Wahyu Astutik, menekankan bahwa ketidakpastian hukum dari kebijakan ini berpotensi melemahkan daya saing dunia usaha di Jawa Barat, yang sudah dihadapkan pada tantangan persaingan ketat antarprovinsi dan negara.
Sementara itu, Ahmad Redi mengkritik kebijakan tersebut dengan tegas, menegaskan bahwa berdasarkan UU Cipta Kerja dan PP No. 36 Tahun 2021, satu-satunya pihak yang berwenang menyusun SUSU adalah pengusaha.
“Tidak ada kewenangan bagi gubernur, bupati, atau presiden untuk mengatur besaran SUSU. Ini adalah hak pengusaha yang dilindungi oleh undang-undang,” ujarnya.
Redi juga menyebut keputusan gubernur yang menetapkan besaran SUSU sebagai tindakan yang melampaui kewenangan.
Boyamin Saiman, yang turut hadir dalam diskusi, pun menyampaikan keprihatinannya terkait keputusan kasasi yang berbeda atas dua gugatan yang dilayangkan APINDO terhadap KepGub tersebut.
“Dua putusan kasasi dengan tema yang sama namun hasil berbeda membuat kita malu pada hukum di Indonesia,” kata Boyamin.
Ia menambahkan bahwa keputusan yang menggugurkan KepGub terkait SUSU seharusnya tidak berlaku karena kedua peraturan tersebut sudah dicabut oleh Penjabat Gubernur Jawa Barat.
Selain masalah hukum, Ning juga menyoroti tingginya Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) di Jawa Barat, di mana empat dari lima daerah dengan UMK tertinggi berada di provinsi ini.
Menurutnya, jika kebijakan penetapan SUSU terus diberlakukan, daya saing Jawa Barat akan semakin terpuruk.
“Sudah ada puluhan perusahaan yang merelokasi operasionalnya ke Jawa Tengah, dan ribuan pekerja terkena PHK,” ungkap Ning.
Ning berharap agar para pembuat kebijakan di tingkat daerah dapat menghentikan politisasi isu tenaga kerja dan fokus pada upaya memberikan kepastian hukum yang dapat mendukung kelancaran dunia usaha. Edukasi dan pemahaman yang tepat mengenai regulasi dianggap penting untuk mencegah keresahan yang lebih besar di kalangan pelaku usaha.***