- Advertisement -

BGST Carita Wargi Bandung: Pengalaman Makan Di Restoran Berhantu

Berita Lainnya

BANDUNG, infobdg.com – Tak kusangka tempat yang seramai restoran pun tak luput dari keberadaan sang mahluk halus. Inilah kisah ku saat berkunjung ke salah satu restoran berhantu di Bandung.

Aku punya pengalaman mistis yang tak terlupakan. Kejadiannya sekitar 2 atau 3 tahun lalu. Waktu itu aku berserta Papa dan Mama mau nginep di rumah tante di daerah Cihanjuang Cimahi. Nginep karena pada besoknya ada arisan keluarga. Nah kita berangkat dari rumah sore, karena macet plus lapar dan waktu udah menunjukkan hampir jam 6 sore, kita berhenti dulu buat makan. Bingung mau makan di mana, akhirnya di depan kita ada resto Pecel Lele. Tampak dari luar sih biasa aja, cuma memang lagi sepi, padahal di cabang yang lain lumayan rame. Selain sepi, aura dari luar udah terasa berbeda. Hanya aku dan Alm. Papa yang merasakan waktu itu. Kita saling pandang, sedikit cemas. Memang dari keluarga Papa secara turun-temurun bisa melihat makluk astral. Untungnya enggak nurun ke aku, soalnya aku penakut banget. Tapi sepupu-sepupuku banyak yang bisa melihat mahluk astral juga.

Balik lagi ke situasi saat akan memasuki restoran itu. Papaku bilang “Aduh kok beda ya?”, “Pindah aja gimana, Pah?” jawabku cepat. “Udah tanggung, gapapa lah”, kami pun memutuskan untuk masuk. Pas masuk, auranya makin terasa ga enak. Kala itu sepi hawa dingin yang terasa bukanlah dingin dari AC. Pegawai-pegawainya juga agak aneh, biasanya pegawai resto kalo akan mencatat pesenan sambil membawa buku menu, lalu menyapa dengan ramah kan? Saat itu mereka hanya membawa buku menu, lalu meletakannya di atas meja dan langsung pergi begitu saja.  Aku dan Papa hanya bisa saling memandang atas kejadian ganjil tersebut.

Sehabis makan aku biasanya ke toilet dulu.  Aku menunggu Mama dan Papa yang duluan ke toilet, dan pas masuk toiletnya, aku perhatikan plafonnya tinggi sekali dan seram rasanya. Luas tapi terasa pengap, panas hingga aku keringetan. Pas lagi pipis tiba-tiba di telingaku terdengar suara ngorok. ‘Grrroook….grrrookkk..’ suara itu seperti dekat tapi jauh. Makin lama makin kedenger di telinga. Tapi setelahnya suara itu berubah menjadi suara perempuan, suara tangis lirih lalu perlahan menjadi suara tertawa kencang. Posisiku yang lagi pipis engga mungkin lari atau buru-buru. Aku gemetar hebat dan berkeringat dingin, saat aku selesai, aku langsung lari keluar dengan cepat.

Saat menghampiri meja Papa pun dengan tergesa berkata “Hayu ah cepetan”, aku pun mengangguk cepat. Pas bayar di kasir pun tingkah pegawainya masih terasa janggal, mereka hanya nunduk tak berbicara. Karena nominal yang harus dibayar tertera di layar kasir, Papa langsung membayar tanpa bilang apa-apa ke pegawai kasirnya. Terus pas masuk mobil aku pun bercerita “Pah, aku takut ih, di toilet restorannya ada suara aneh. Pegawainya juga kayak gimana gitu, aneh!” ujarku. Mama pun menambahkan “Iya Mamah kok kayak ngerasa serem gitu pas makan sama ke toilet di restoran itu”. Akhirnya papaku menjawab “Ya…itu ada yang nunggu. Yang satu berdiri di pojok dalam toilet, satu lagi deket pintu masuk, terus yang di pojok tadi pindah ke atas langit-langit. Nempel di langit-langit, ciri-cirnya rambutnya panjang sambil melotot. Untung aja engga ngikutin kita. Satunya mbak kunti satu laginya pocong”. 

Dijelaskan seperti itu aku langsung deg-degan dan lemes. Terakhir yang masih membayang dipikiranku saat akan pergi aku menoleh ke belakang dan aku melihat para pegawainya pada berjejer di pintu masuk seperti sedang berbaris tapi terdiam. Selang beberapa bulan ke Cihanjuang lagi, ternyata restoran itu sudah tutup permanen. Entah bangkrut atau apa, tapi tiap ngelewat aku jadi selalu teringat kejadian itu.

Story by: AK. (kiriman Wargi Bandung)