- Advertisement -

Faktor Mengapa Implementasi Nyamuk Wolbachia Belum Optimal di Bandung

Berita Lainnya

BANDUNG, infobdg.com – Menurut catatan Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung, dari Januari hingga minggu ketiga bulan April 2024, jumlah penderita demam berdarah dengue (DBD) telah mencapai 3.468 kasus. Angka ini menempatkan Kota Bandung sebagai ‘juara’ dalam jumlah kasus DBD baru tertinggi di Indonesia untuk tahun 2024.

Dilansir dari laman detik.com, Ira Dewi Jani, Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Kota Bandung, menjelaskan bahwa mayoritas pasien DBD di kota tersebut telah pulih. “Data DBD sampai minggu ketiga April 2024, tercatat 3.468 kasus terkonfirmasi. Mayoritas telah sembuh, mencapai 3.351 kasus, sementara yang masih dalam perawatan aktif hanya 103 kasus. Terdapat juga 14 kasus kematian akibat DBD,” ujar Ira pada Rabu, 1 Mei 2024.

Dalam konteks pertanyaan tentang implementasi wolbachia di Kota Bandung dan lonjakan tajam angka kasus, Ira menjelaskan bahwa ada banyak faktor yang mempengaruhinya. Ia menegaskan bahwa implementasi nyamuk ‘mahal’ tersebut belum optimal dan baru diterapkan di 1 dari 151 kelurahan di Kota Bandung.

“Implementasi wolbachia itu baru 1 dari 151 Kelurahan di Kota Bandung, dan rencananya butuh 6 bulan implementasi dengan 12 kali penitipan ember telur nyamuk. Setiap ember harus diganti terus per 2 minggu, itu baru selesai 26 April lalu. Sehingga penyebaran nyamuk memang masih berproses,” terangnya.

“Kemudian sekali menitipkan, harusnya ada 308 ember yang disebar. Tapi yang berhasil dititipkan hanya 33%. Kemarin warga sempat banyak yang menolak karena ada misinformasi, jadi yang bisa dititipkan hanya 173 ember. Tidak berhasil sebanyak 67%,” sambung dia.

Dinkes harus terus berusaha agar penitipan ember nyamuk wolbachia dapat berjalan secara optimal. Namun, di sisi lain, adanya penolakan dari warga atau orang tua yang menjaga ember nyamuk di lapangan membuat Dinkes menghadapi tantangan yang cukup besar.

Ira menyatakan bahwa saat ini, nyamuk wolbachia belum bisa diandalkan sebagai solusi untuk menekan angka DBD. Terlebih lagi, tidak semua nyamuk yang ada dalam ember dapat menetas dengan sempurna.

“Dari 33% yang berhasil dititipkan, setiap ember harus menetaskan 160 nyamuk wolbachia. Tapi yang menetas masih di bawah 100 nyamuk. Idealnya, nyamuk wolbachia dapat bekerja optimal di lingkungan jika proporsinya sudah lebih dari 60% populasi nyamuk biasa,” ujar Ira menjelaskan.

Ia mengakui bahwa hasil monitoring evaluasi (monev) bersama Kementerian Kesehatan RI selama April 2024 tidak memuaskan. Dari target penyebaran sebesar 35% yang ditetapkan untuk minggu pertama, hanya mencapai 14% dari target yang tercapai. Sedangkan untuk minggu kedua, target penyebaran sebesar 50%, namun hanya 19% yang berhasil tersebar.

Bahkan, pada minggu ketiga yang seharusnya mencapai 60% penyebaran, malah terjadi penurunan menjadi hanya 14% dari target nyamuk yang seharusnya disebar.

“Sementara program baru berhasil kalo proporsi nyamuk aedes aegypti ber wolbachia, harus lebih dari 60% di alam. Jadi ya ini menjadi PR kami, sampai sekarang masih sosialisasi karena nggak bisa hanya sekali, harus terus menerus,” jelas Ira.

Dia juga mengakui bahwa masih ada sejumlah warga yang enggan menjadi orang tua asuh nyamuk wolbachia. Perlu dicatat bahwa istilah tersebut merujuk kepada warga yang bersedia menitipkan ember berisi 160 bibit nyamuk Aedes aegypti berwolbachia di rumahnya.

Ira berharap agar nantinya Kota Bandung dapat mengimplementasikan nyamuk wolbachia di 4 kelurahan lainnya. Namun, belum ada kepastian mengenai kapan penyebaran nyamuk wolbachia akan dilakukan di titik-titik lainnya, karena perlu menunggu hasil evaluasi dari Kementerian Kesehatan RI.

“Mungkin nanti ada strategi komunikasi yang baru dengan warga, kita bisa belajar dari pengalaman supaya lebih sukses. Karena sayang ya tenaga, waktu, biaya yang dikeluarkan kalau program ini nggak lancar. Kami pengen banget bisa mengendalikan demam berdarah,” pungkas Ira.