BANDUNG, infobdg.com – SMPN 60 Bandung, yang sudah berdiri sejak enam tahun lalu, masih menghadapi kendala serius dalam hal fasilitas.
Hingga saat ini, sekolah tersebut belum memiliki gedung sendiri, sehingga beberapa siswanya terpaksa mengikuti kegiatan belajar mengajar di luar kelas, bahkan di bawah pohon. Kondisi ini memengaruhi proses belajar, tetapi baik siswa maupun orang tua tetap menerima keadaan tersebut.
Dilansir dari laman detikJabar, bahwa sejak tahun 2018, SMPN 60 Bandung harus menumpang di gedung SDN 192 Ciburuy, Kecamatan Regol, Kota Bandung. Dengan jumlah siswa yang cukup banyak, sekolah ini memiliki sembilan rombongan belajar (rombel), tetapi hanya tujuh ruang kelas yang tersedia.
Kondisi tersebut memaksa dua rombel lainnya belajar di luar ruangan, baik di teras sekolah dengan beralaskan terpal plastik maupun di bawah pohon yang sering disebut ‘DPR’ (di bawah pohon rindang).
Rita Nurbaini, Humas SMPN 60 Bandung, mengungkapkan bahwa pihak sekolah sebenarnya telah mendapatkan bantuan kursi dan meja dari Dinas Pendidikan Kota Bandung. Namun, keterbatasan ruangan membuat fasilitas tersebut tidak dapat digunakan dengan optimal.
“Kami memiliki kursi dan meja, bahkan peralatan seperti laptop sudah disediakan, tapi karena kekurangan ruangan, siswa tetap harus belajar di luar,” jelas Rita, dikutip dari detikJabar, Sabtu (28/9).
Selain ruang kelas yang terbatas, kegiatan belajar mengajar di luar ruangan sering terganggu cuaca, terutama saat hujan turun.
“Ketika hujan, KBM sering tidak kondusif. Kadang kami harus bubar atau memindahkan siswa ke lorong sekolah,” tambahnya.
Meski belajar di kondisi yang kurang ideal, tidak ada penolakan dari siswa maupun orang tua. Mereka memahami bahwa kondisi ini bersifat darurat, mengingat jarak sekolah negeri lain di wilayah tersebut cukup jauh.
“Orang tua paham bahwa dengan keterbatasan fasilitas, layanan yang diberikan tidak bisa maksimal,” ujar Rita.
Walaupun situasi ini belum berubah, pihak sekolah tetap berharap agar SMPN 60 Bandung segera memiliki gedung sendiri.
“Kami berharap dapat memiliki bangunan sekolah sendiri. Kondisi ini tidak hanya berdampak pada siswa, tapi juga guru-guru yang menginginkan proses belajar mengajar bisa berjalan lebih optimal,” tutupnya.***
sumber: detikJabar