Meski mendapat penolakan keras dari warga, Walikota Bandung tetap pada keputusan alihfungsi hutan kota Babakan Siliwangi (Baksil) kepada PT Esa Gemilang Indah (EGI). Aktivis lingkungan di kota inipun geram hingga berencana mengajukan gugatan hukum, seperti digagas Walhi Jawa Barat (Jabar) dan LBH Bandung. “Tak ada jalan lain, kami harus gugat hukum walikota,” kata koordinator advokasi Walhi Jabar, Wahyu Widianto di Bandung, Rabu (22/5/13).
Wahyu mengatakan, dalam gugatan berkoordinasi dengan LBH Bandung. Legal standing ini akan melibatkan banyak pihak tergabung dalam Forum Warga Peduli Baksil lewat gugatan citizen law suit.
“Dalam gugatan ini seluruh warga Bandung bisa ikut mendaftarkan diri sebagai penggugat. Ada dua posko akan kita buka pertama di sekretariat Walhi Jabar dan kantor LBH Bandung. Warga yang sudah menandatangani petisi bisa ikut mencantumkan sebagai penggugat. Makin banyak warga ikut mendaftarkan diri, makin bagus,” katanya.
Wahyu mengatakan, walikota menyalahi UU no. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dan PP no. 15 tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang. Dengan pemberian izin, Walikota Bandung melanggar beberapa peraturan lain, antara lain peraturan pemerintah No. 63 tahun 2002 tentang Hutan Kota dan Perda no. 18 tahun 2011 mengenai Pola Ruang Babakan Siliwangi.
Dalam perda nomor 18 sudah jelas tertulis Baksil sebagai kawasan strategis kota (KSK) ditetapkan berdasarkan sudut kepentingan daya dukung lingkungan hidup. Bahkan, dinyatakan pengendalian KSK Baksil tidak diberikan izin mendirikan bangunan.
Arif Yogiawan, Direktur Eksekutif LBH Bandung, mengungkapkan, pemberian izin kepada PT EGI melalui kerja sama build operate transfer (BOT) bertentangan dengan RTRW tentang kebijakan dan strategi pola ruang pasal 13. Dalam pasal itu, kebijakan pola ruang terdiri atas mempertahankan fungsi dan menata RTH yang ada dan tidak memberi izin alih fungsi di dalam mencapai penyediaan ruang terbuka hijau.
“Karena itu, kami menilai citizen law suit ini langkah yang harus kita tempuh dan mendesak. Bandung, belum pernah. Kita tidak menarget berapa banyak warga ikut terlibat. Harapan makin banyak ikutitu lebih bagus,” ucap Arip.
Untuk waktu penggalangan massa penggugat, belum ada batasan kapan terakhir warga ikut serta. Namun, makin cepat terkumpul dalam jumlah besar, makin bagus.“Yang jelas kita berlomba dengan pembangunan. Jangan sampai kita kalah cepat. Silakan datang ke kantor kami mendaftarkan diri sebagai penggugat.”
Beberapa waktu lalu, Kementrian Lingkungan Hidup (KLH) merekomendasikan tetap menjadikan Baksil sebagai hutan kota. Namun tak membuat keputusan Walikota Bandung bergeming.
Petisi Tolak Pembangunan
Para aktivis lingkungan juga membuat petisi di Change.org, telah terkumpul 5.300 orang. Dede Kurniawan, Wakil Walhi Jabar, mengatakan, petisi akan disampaikan kepada DPRD agar masalah baksil bisa segera dibahas dan melahirkan keputusan mencabut izin PT EGI.
Aksi Baksil
Pagi Senin (20/5/13) di Baksil, ratusan orang dari berbagai elemen masyarakat berkumpul membawa berbagai atribut seperti spanduk bertuliskan penolakan terhadap upaya komersialisasi hutan seluas 3,8 hektar oleh Walikota Bandung.
Beberapa orang memakai baju hitam dan ikat kepala khas tradisional sunda. Sisanya, memakai kaos bertuliskan “Hutan Kota, bukan Hutan Beton!” Semua tumpah ruah dengan satu tekad mendesak Walikota Bandung membatalkan izin pengelolaan lahan kepada PT EGI.
Sumber: Mongabay.co.id