- Advertisement -

Apindo Jabar Sayangkan Terbitnya Permenaker No. 18/2022 Tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023, Ning: Formula Aneh Bin Ajaib

Berita Lainnya

BANDUNG, infobdg.com – Terkait lahirnya Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 tentang Penetapan Upah Minimum Tahun 2023, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Jabar mengaku sangat menyayangkan hal tersebut.

Ketua Apindo Jabar, Ning Wahyu Astutik

Diketahui, Permenaker yang terbit itu mengatur didalamnya formula penghitungan upah yang baru. Hal ini yang disayangkan Ketua Apindo Jabar, Ning Wahyu Astutik.

Ia menyatakan keberatannya, yang menurutnya mencerminkan tidak adanya kepastian hukum, pun kepastian usaha.

“Belum lagi hierarki peraturan dilanggar, gimana bisa Permenaker melawan PP. Sungguh bahaya sekali apabila peraturan yang lebih tinggi bisa dilawan oleh peraturan di bawahnya,” beber Ning, dalam keterangan pers yang diterima InfoBDG beberapa waktu lalu.

Selain itu, Ning menilai terbitnya Permenaker Nomor 18 Tahun 2022 telah melanggar hasil keputusan MK, yang didalamnya tercantum untuk menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja hingga dua tahun.

“Artinya hingga tahun 2023 sampai proses pembentukan peraturan perundang-undangan tersebut dilakukan revisi selesai,” tutur Ning.

Menurutnya, prinsip UMK sebagai safety net pekerja di tingkat buruh dan upaya untuk mengurangi disparitas yang besar antara Kabupaten/Kota menjadi terlanggar karena hasil simulasi dengan rumus/formula yang baru justru menunjukkan bahwa daerah yang sebelumnya sudah memiliki UMK melebihi ambang batas atas, seperti Kabupaten Bogor, Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Karawang, dan Kabupaten Bekasi.

“Justru dengan formula baru ini, mengalami kenaikan yang jauh lebih besar dari wilayah/daerah dengan UMK rendah, seperti Kabupaten Ciamis, Kabupaten Banjar, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Pangandaran, dan seterusnya,” ungkap Ning.

Ia menjelaskan, setelah dunia usaha diterpa Covid-19, mengalami goncangan turunnya order orientasi ekspor akibat krisis global, membanjirnya barang-barang impor yang membuat pasar domestik semakin sempit untuk produk lokal, maka, hampir bisa dipastikan pengurangan pekerja secara massif akan terus terjadi.

“Formula ini saya sebut aneh bin ajaib karena justru membuat UMK–UMK yang tingginya di atas ambang batas, mendapatkan kenaikan yang juga jauh lebih tinggi dibanding daerah lain,” papar Ning.

Ning menyebut, kondisi ini bisa menjadi pukulan telak pada industri-industri padat karya di daerah tersebut, yang justru sudah hampir tiap tahun berjuang mendapatkan upah khusus padat karya untuk tetap bertahan.

Terlebih lagi, yang awalnya pemerintah ingin mempersempit disparitas antarupah di daerah, justru sekarang membangun jurang kecemburuan antardaerah dengan makin besarnya perbedaan upah di antara mereka. 

“Apa nanti akan dibiarkan terjadi kejar-kejaran upah, yang rendah ngejar yang tinggi dengan mengganti lagi formula? Terus terang, pengusaha khawatir sekali dan merasa tidak pasti,” ungkap dia.

Menurut Ning, dengan kondisi Indonesia yang akan menghadapi resesi global di tahun 2023, di mana kemungkinan akan berimplikasi pada industri berorientasi ekspor, hasil terhitung UMP dan UMK 2023 dengan formula baru akan benar-benar membuat industri di Indonesia, khususnya Jawa Barat, akan mengalami periode paling sulit.

“Tiap hari kita selalu diingatkan dan kalau kita baca baik di media sosial, di media cetak, di media online semuanya mengenai resesi global, tahun ini sulit dan tahun depan sekali lagi saya sampaikan akan gelap. Dan kita tidak tahu badai besarnya seperti apa, sekuat apa, tidak bisa dikalkulasi,” papar Ning.

Keadaan ini membuat Apindo prihatin, sebab menurut Ning kondisinya akan membuat terpuruknya dunia usaha yang baru mulai recovery akibat pandemi.

Belum lagi dalam menghadapi resesi global, dan ditimpa pergantian sistem pengupahan yang lebih memberatkan dunia usaha.

“Hal ini membuat para anggota Apindo menyampaikan bahwa mereka dihadapkan pada pilihan yang sangat berat, yaitu pengurangan pekerja atau tutup usaha. Maka Apindo tetap menginginkan diberlakukannya PP36 tahun 2021 tentang pengupahan,” harap Ning.***