- Advertisement -

BGST Carita Wargi Bandung: “Mereka” Memang Ada

Berita Lainnya

CARITA, infobdg.com – Malam ini saya ingin berbagi pengalaman mistis di saat saya berusia 18 tahun. Saat itu saya selesai mengikuti ujian sekolah akhir dan saat libur panjang, saya yang merupakan angota pecinta alam mengadakan agenda mendaki bukit di daerah Curup (Bengkulu Sumatra).

Bukan pertama kalinya saya mendaki gunung dan orang-orang yang pergi bersama saya juga bukan orang yang baru pertama kali mendaki gunung. Terutama kak Cibo yang usia nya berjarak 5 tahun dari saya yang merupakan senior pecinta alam bahkan pendiri pecinta alam di daerah Curup tersebut.

Di hari itu kami berangkat 7 orang, 2 orang perempuan, 5 orang laki-laki termasuk kak Cibo yang sudah menunggu kami di pintu bawah pasar. Kami berangkat dengan ngeteng (menumpang mobil) yang akan berangkat dari Bengkulu ke Curup. Karena menumpang, waktu yang ditempuh oleh kami pada saat itu kurang lebih 6 jam, yang normalnya jika menggunakan kendaraan pribadi hanya 2 jam perjalanan saja. Saat sampai di pintu bawah pasar, kami melanjutkan perjalanan dari jam 6 sore sampai diatas sekitar jam 11 malam karna kami berjalan santai.

Setelah sampai di pos Darwis, kami tidak langsung melanjutkan perjalanan namun kami beristirahat dulu sambil menyalakan api dan makan mie instan untuk menghangatkan badan. Kami mulai masuk ke area pendakian pukul 1 malam dan kami satu-satunya kelompok pendaki yang berangkat pada saat itu. Kami menyusun barisan dengan posisi berbaris dan saya saat itu berada di posisi kedua dari belakang tepatnya di depan kak Cibo. saat sampai di dalam kak Cibo yang awalnya menghidupkan lagu-lagu reggae untuk menghibur perjalan kami sontak terdiam saat kami mulai berada di daerah hutan bambu, yang memang terkenal sedikit mistis. Lalu musik reggae pun berganti menjadi lantunan ayat suci. Aneh memang saat itu saya merasakan hawa yang berbeda dari perubahan tersebut dan sedikit bertanya ada apa.

Namun kak Dedi yang ada di depan berkata jangan ada yang melihat kebelakang, saya mulai mengerti dan tetap melanjutkan perjalanan saya. selanjutnya ketua grup yang berada di posisi terdepan berkata berhenti sejenak ada batang pohon besar lewat. Saya yang di belakang makin bingung dan kak Cibo yang ada di belakang saya hanya terus diam dan hanya mendengar lantunan ayat suci. Saat melanjutkan perjalanan kembali, tepat saat itu berada di area semak yang cukup padat saya mendengar dari arah sebelah kanan saya.

Ada sesuatu yang berlari mendekat ke arah kami, namun gerakannya seperti binatang berlari makin cepat ( srut…srut…srutttt) menerabas semak pohon, dan benar saja saat itu tiba-tiba kak Cibo yang ada di belakang saya lari dari posisinya, beliau ingin menarik saya namun karna terlalu mendadak dan saya yang terpaku diam melihat yang lewat di depan saya ialah sosok hitam tinggi bermata merah dan saat itu yang saya rasakan hanya tangan kak Cibo yang menarik bagian baju di sekitaran pinggang dan kaki saya yang tidak bisa bergerak hanya terdiam sambil bertatapan dengan sosok yang lewat sekelebat.

Bagi saya hanya sekelebat, namun saya baru tersadar dari kebengongan saya setelah kak dedi menepuk saya dan berkata “Dwi tidak apa-apa?” saya langsung menjawab “em.. tidak apa apa ” lalu kak Cibo meminta, seperti anak kecil yang ingin berada di posisi depan dan tidak mau berada di posisi belakang. Saya yang masih sedikit syok, hanya berdiam dan bersikap biasa saja. Lalu kak Dedi menggantikan posisi kak Cibo di belakang. suasana sontak hening  tanpa pembahasan apapun, saya yang sepanjang jalan menjadi lebih peka dengan senyap malam, melihat ada sosok putih yang melintas. saya hanya makin diam. keheningan itu mulai terpecah setelah kami mulai mendengar suara para pendaki.

Para pendaki itu yang berada di kuba 1 yang sedang bernyanyi. kami mendirikan tenda di bukit Gaja. Selama 3 hari 2 malam kak Cibo hanya terdiam, dia sama sekali tidak seperti biasanya dia hanya terdiam dan berulang kali hanya minta maaf kepada saya atas sikapnya yang meninggalkan saya, saya pun mengerti yang beliau rasakan.

Setelah itu kami pulang, saat berada di rumah kak Cibo, baru semua teman yang melihat bersuara dan bercerita apa yang masing- masing kami lihat, ketua yang berada di depan. beliau melihat ular yang besar melintas yang disebutnya “batang pohon lewat” saat kami berhenti sejenak. selanjutnya kak Dedi yang berkata jangan lihat kebelakang, dia melihat seorang anak yang memainkan botol minum yang ada di saku carier yang di gendong kak Cibo. kak Cibo yang melihat banyak sekali mbak Dini selama di perjalanan dan Genderuwo yang melintas di depan saya. Setelah saya sampai di rumah saya tidak bisa lupa bahkan seolah merasa dia ada, sampai sekarang sosok besar itu masih tergambar jelas di ingatan saya. Entah memang sedang apes atau kesalahan apa yang kami lakukan, hanya saja saya menyadari mereka memang ada.

Story: Dwi