- Advertisement -

Kadinkes Kota Bandung Sampaikan Perubahan Tarif Layanan dan Perbaikan Layanan Puskesmas

Berita Lainnya

BANDUNG, infobdg.com – Kota Bandung secara resmi memberlakukan ketentuan tentang tarif pelayanan puskesmas, per tanggal 5 Januari 2024. Hal ini berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2024 mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Setelah 14 tahun sejak aturan serupa pada tahun 2010, tarif pelayanan puskesmas mengalami peningkatan signifikan, yaitu naik lima kali lipat dari Rp 3.000 menjadi Rp 15.000.

Dilansir dari detikJabar, Anhar Hadian, Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung, menegaskan bahwa meskipun terjadi peningkatan tarif, hal ini tidak berdampak bagi masyarakat yang sudah menggunakan kartu BPJS atau berada dalam kategori UHC (Universal Health Coverage). Dengan demikian, peningkatan tarif ini tidak membebankan bagi mereka yang telah terdaftar dalam program-program kesehatan tersebut.

“Jadi yang akan merasakan kenaikan tarif puskesmas itu adalah masyarakat umum yang nggak punya BPJS. Dulu perdanya nomor 10 tahun 2010, jadi memang sudah dari 2010 kurang lebih 14 tahun (baru tarif naik). Penduduk Kota Bandung sekarang sudah 99% lebih BPJS atau UHC. Jadi ya banyak yang tidak terdampak,” ungkapnya dilansir dari halaman resmi detikJabar pada Senin, (15/1/2024).

Namun, perubahan tarif ini menjadi perhatian banyak masyarakat. Banyak keluhan yang muncul dengan mudahnya. Bukan hanya terkait dengan kenaikan biaya, tetapi juga ada keraguan apakah kualitas pelayanan akan meningkat seiring dengan kenaikan tarif tersebut.

Masyarakat menyampaikan keluhan mengenai pelayanan puskesmas di berbagai tempat. Keluhan ini dapat ditemukan secara langsung, melalui ulasan di Google, atau bahkan di media sosial yang terkait dengan puskesmas atau Dinkes Kota Bandung. Anhar, selaku Kepala Dinas Kesehatan, juga mengakui adanya keluhan tersebut.

“Terkait pelayanan, terima kasih. Saya secara pribadi sebagai Kepala Dinas mohon terima kasih. Setelah kenaikan tarif muncul, informasi dari masyarakat terkait pelayanan itu juga muncul. Buat saya, tarif mau naik atau nggak naik, pelayanan tuh harus bagus. Apalagi setelah naik ya. Kadang-kadang, kami tidak bisa memantau langsung laporan resmi dari masyarakat,” sebutnya.

Salah satu hal yang banyak menimbulkan pertanyaan adalah waktu operasional puskesmas yang singkat dan sistem pendaftaran yang membingungkan. Anhar telah mendengar laporan mengenai hal ini dan meyakinkan bahwa tim Dinkes Kota Bandung akan mengevaluasi serta mengatasi keluhan tersebut.

Menurut penjelasannya, setiap puskesmas memiliki sistemnya sendiri untuk menghindari penumpukan pasien. Salah satu puskesmas yang menjadi sorotan terkait waktu operasional dan sistem pendaftaran adalah Puskesmas Pasundan, yang dikatakan hanya menerima pasien yang telah mendaftar secara online.

“Kalau di Puskesmas Pasundan itu jam pendaftaran dibagi dua. Pertama secara online, dibuka H-1 pukul 08.00-11.00 WIB dan yang kedua secara langsung/onsite pukul 07.30-11.00 WIB. Tujuannya untuk menghindari penumpukan antrian, sehingga pasien tidak perlu datang subuh untuk mendaftar,” bebernya.

“Kemudian jam pelayanan pengobatan memang dilakukan sampai 14.30 WIB. Karena saat pendaftaran ditutup 11.00 WIB, maka selanjutnya petugas kesehatan menyelesaikan seluruh pelayanan kesehatan pasien yang sudah terdaftar. Biasanya baru selesai semua sekitar pukul 14.30 WIB,” imbuhnya.

Setelah menerima laporan ketidakpuasan masyarakat terhadap pelayanan beberapa puskesmas, Anhar menyatakan bahwa pihaknya segera melakukan pembinaan intensif. Teguran yang diterima bukanlah untuk menghukum para petugas kesehatan yang bertugas, melainkan untuk membangun upaya perbaikan dalam pelayanan.

Anhar berharap agar laporan-laporan yang diterima lebih banyak lagi, dengan menyertakan data yang rinci. Hal ini dianggapnya sebagai catatan dan evaluasi yang penting, agar pelayanan yang kurang optimal tidak terus dirasakan oleh masyarakat. Apalagi, sebagian besar masyarakat yang datang ke puskesmas adalah pasien yang sedang mengalami kondisi tidak sehat.

“Ada IKM (Indeks Kepuasan Masyarakat) yang jadi standar resmi pelaporan kami ke Kemenpan. Itu angkanya bagus, di B (baik). Nah begitu berita ini muncul, kami dapat banyak informasi yang muncul juga. Informasi yang semakin detail seperti puskesmas, lokasi, poli, nama petugas, hari apa jam berapa, buat saya itu sangat memudahkan. Kami jadi punya informasi yang lengkap untuk lebih membina puskesmas” jelas Anhar.

“Masyarakat berhak mengawasi kok, jangan dipendam di dalam hati. Keluarkan saja biar kita tahu puskesmas yang mana, pegawai yang mana, karena kan nggak semuanya jelek. Sampaikan paling gampang ke medsos kami ya, meskipun mungkin responnya cuma ‘baik, terima kasih akan kami perhatikan’, tapi di belakangnya tuh sebenarnya kami bergemuruh,” sambungnya.

Selain itu, Anhar memperingatkan pada tiap puskesmas bahwa sorotan dari warga ini menjadi sebuah warning. Tandanya, ada yang harus segera dibenahi oleh tiap-tiap fasilitas kesehatan (faskes) di Kota Bandung.

Targetnya, di tahun ini ia ingin lebih banyak menerima informasi kepuasan masyarakat dan optimalisasi pelayanan kesehatan. Kenaikan tarif pelayanan puskesmas disebut sebagai penyeimbang harga kebutuhan untuk obat dan alat kesehatan yang juga naik tiap tahunnya.

“Pastinya tentu saja kami berkomitmen pelayanan akan meningkat. Hanya tidak semua laporan bisa sampai ke telinga saya. Jadi setelah ada informasi ini saya senang ya,” tegasnya.

“Ini tentu saja jadi warning buat kita. Kita ditakdirkan bekerja di pelayanan publik ya. Masyarakat adalah rajanya yang harus kita layani. Sudah bukan zamannya lagi pegawai Puskesmas itu pengen dilayani, dihormati, sekarang mau kita melayani. Jadi, saya minta semua pegawai Dinkes memberikan pelayanan terbaik buat masyarakat,” tutup Anhar.