- Advertisement -

Peternak Ayam Rakyat Berduka, Kini Tinggal Sisa 25 Persen

Berita Lainnya

BANDUNG, infobdg.com – Jumlah peternak rakyat dan peternak mandiri kian memprihatinkan. Berdasarkan data, saat ini tinggal 21-25% peternak yang masih bertahan.

Foto: Istimewa

Dikatakan Wakil Sekjen Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (Pinsar), Abbi Angkasa Perdana Darmaputra, banyak peternak rakyat maupun mandiri yang tidak bisa bangkit setelah mengalami kerugian pada 2018 lalu.

“Jumlah peternak (rakyat dan mandiri) saat ini lebih kurang sisa 100.000-150.000 orang,” ujar Abbi, pada Infobdg, Rabu (11/8).

Gulung tikarnya para peternak ini salah satunya terjadi sebab ketakutan mereka akan pengusaha besar yang masuk ke pasar becek, hingga yang terbaru adalah dampak dari pandemi Covid-19 yang tidak berkesudahan.

Abbi pun mengungkapkan, suplai ayam dari peternak ayam turun drastis sejak tiga tahun terakhir akibat masuknya pengusaha besar masuk ke pasar becek.

Suplai ayam dari peternak yang diserap di pasar mulanya bisa mencapai 55-70 ekor ayam. Tahun 2020, penurunan terjadi, kapasitas suplai tinggal 30-30 persennya. Lebih parah tahun ini, hanya sisa 21-25 persen.

Pengusaha besar mampu menekan harga ayam di pasaran sebab memiliki modal yang kuat. Bahkan bisa beda selisih sampai Rp5.000-an per kilogramnya.

“Contoh, harga pokok penjualan ayam di peternak modern Rp 17.599-Rp 18.000, peternak rakyat Rp 20.000, dan integrator Rp 15.000-Rp 16.500 per kilogram,” terang Abbi.

Abbi mengungkapkan, para pengusaha besar ini awalnya merupakan produsen Day Old Chicken (DOC). DOC saat ini sudah masuk ke berbagai lini perunggasan, termasuk budidaya.

“Persoalannya, baik pengusaha besar maupun peternak rakyat bersaing di lahan yang sama karena pengusaha besar tersebut masuk ke pasar becek,” tukas Abbi.

Semakin sengsara, kondisi Covid-19 juga sangat berpengaruh dalam keberlangsungan ekonomi Indonesia saat ini. Peternak pun merasakan imbasnya. Sebab hal ini berpengaruh terhadap permintaan ayam yang turun.

“Sejak awal pandemi, banyak restoran dan tempat kuliner tutup sehingga permintaan ayam ke peternak ayam mengalami penurunan signifikan,” bebernya.

Akibatnya, banyak peternak yang menjual ayam hasil ternaknya dengan sangat murah. Bahkan, para peternak terpaksa memusnahkan anak ayam sekitar umur 3-10 hari karena kekurangan pakan.

Oleh karenanya, Abbi berharap, akan ada penyelesauan secara komplet hilorisasi, modernisasi supply chain, dan marketing chain untuk tetap memberikan kehidupan kepada peternak mandiri dan rakyat.

Selain itu, di masa pandemi saat ini, ia berharap pemerintah mengatur pengendalian arus mobilitas hewan hidup antarprovinsi.***